Selasa, 14 April 2020

Kerajaan Sriwijaya

Sejak permulaan tarikh Masehi, hubungan dagang  antara,  India  dengan  Kepulauan   Indonesia   sudah   ramai.  Daerah  pantai  timur  Sumatra  menjadi  jalur  perdagangan  yang  ramai  dikunjungi  para  pedagang.  Kemudian,  muncul pusat-pusat perdagangan yang berkembang  menjadi  pusat  kerajaan.  Kerajaan-kerajaan    kecil  di  pantai  Sumatra  bagian  timur  sekitar  abad  ke-7,  antara  lain  Tulangbawang,  Melayu,  dan  Sriwijaya.  Dari  ketiga  kerajaan  itu,  yang  kemudian  berhasil  berkembang  dan mencapai    kejayaannya adalah  Sriwijaya. Kerajaan Melayu juga sempat berkembang, dengan  pusatnya di Jambi.

 Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Kerajaan Sriwijaya

Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar  Melayu.  Melayu  dapat  ditaklukkan  dan  berada  di  bawah  kekuasaan  Sriwijaya.  Letak  pusat  Kerajaan  Sriwijaya  ada  berbagai  pendapat. Ada yang berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya ada  di  Palembang,  ada  yang  berpendapat  di  Jambi,  bahkan  ada  yang  berpendapat  di  luar  Indonesia.  Akan  tetapi,  pendapat  yang  banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya berlokasi di Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai menunjukkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi. Sumber  sejarah  Kerajaan  Sriwijaya  yang  penting  adalah  prasasti.

Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain:
a.Letak geografis, dari Kota Palembang. Palembang sebagai pusat  pemerintahan  terletak  di  tepi  Sungai  Musi.  Di  depan  muara  Sungai  Musi  terdapat  pulau-pulau  yang  berfungsi sebagai  pelindung  pelabuhan  di  Muara  Sungai  Musi.  Keadaan  seperti  ini  sangat  tepat  untuk  kegiatan  pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebaliknya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b.Runtuhnya  Kerajaan Funan, di  Vietnam akibat serangan Kamboja.  Hal  ini  telah  memberi  kesempatan  Sriwijaya  untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.

Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan  Sriwijaya  mulai  berkembang  pada  abad  ke-7. Pada awal perkembangannya, raja disebut dengan Dapunta Hyang. Dalam Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo  telah  ditulis  sebutan  Dapunta  Hyang.  Pada  abad  ke-7,  Dapunta  Hyang  banyak  melakukan  usaha perluasan daerah.

Daerah-daerah  yang  berhasil  dikuasai  antara  lain  sebagai berikut.
  • Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung.
  • Daerah  Kedah  yang  terletak  di  pantai  barat  Semenanjung Melayu. Daerah ini sangat penting artinya bagi usaha pengembangan perdagangan dengan   India.   Menurut   I-tsing,   penaklukan   Sriwijaya  atas  Kedah  berlangsung  antara  tahun  682-685 M.
  • Pulau  Bangka  yang  terletak  di  pertemuan  jalan  perdagangan  internasional,  merupakan  daerah  yang  sangat  penting.  Daerah  ini  dapat  dikuasai  Sriwijaya pada tahun 686 M berdasarkan Prasasti Kota  Kapur.  Sriwijaya  juga  diceritakan  berusaha  menaklukkan Bhumi Java yang tidak setia kepada Sriwijaya.  Bhumi  Java  yang  dimaksud  adalah  Jawa, khususnya Jawa bagian barat.
  • Daerah Jambi terletak di tepi Sungai Batanghari. Daerah  ini  memiliki  kedudukan  yang  penting,  terutama  untuk  memperlancar  perdagangan  di  pantai timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
  • Tanah  Genting  Kra  merupakan  tanah  genting  bagian  utara  Semenanjung  Melayu.  Kedudukan  Tanah  Genting  Kra  sangat  penting.  Jarak  antara  pantai  barat  dan  pantai  timur  di  tanah  genting  sangat dekat, sehingga para pedagang dari Cina berlabuh dahulu di pantai timur dan membongkar barang  dagangannya  untuk  diangkut  dengan  pedati   ke   pantai   barat.   Kemudian   mereka berlayar   ke   India.   Penguasaan   Sriwijaya   atas   Tanah  Genting  Kra  dapat  diketahui  dari  Prasasti  Ligor yang berangka tahun 775 M.
  • Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut berita  Cina,  diterangkan  adanya  serangan  dari  barat,   sehingga   mendesak   Kerajaan   Kalingga   pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan    adalah    Sriwijaya.    Sriwijaya    ingin    menguasai  Jawa  bagian  tengah  karena  pantai  utara  Jawa  bagian  tengah  juga  merupakan  jalur  perdagangan yang penting.

Sriwijaya   terus   melakukan   perluasan   daerah,   sehingga   Sriwijaya  menjadi  kerajaan  yang  besar.  Untuk lebih  memperkuat  pertahanannya, pada tahun 775 M dibangunlah sebuah pangkalan di daerah Ligor. Waktu itu yang menjadi raja adalah Darmasetra.

Raja yang  terkenal  dari  Kerajaan  Sriwijaya  adalah Balaputradewa.  Ia  memerintah  sekitar  abad  ke-9  M.  Pada  masa  pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman Salah satu candi di Komplek Muaro Jambikeemasan. Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. 

Hal  tersebut  diterangkan  dalam  Prasasti  Nalanda.  Balaputradewa  adalah  seorang  raja  yang  besar  di  Sriwijaya. Raja  Balaputradewa  menjalin  hubungan  erat  dengan  Kerajaan  Benggala  yang  saat  itu  diperintah oleh Raja  Dewapala  Dewa.  Raja  ini  menghadiahkan  sebidang  tanah  kepada  Balaputradewa  untuk  pendirian  sebuah  asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di Nalanda, yang  dibiayai  oleh  Balaputradewa,  sebagai  “dharma”.  Hal  itu  tercatat dengan baik dalam Prasasti Nalanda, yang saat ini berada di  Universitas  Nawa  Nalanda, India.  Bahkan  bentuk  asrama  itu  mempunyai kesamaan arsitektur dengan Candi Muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi saat ini. Hal tersebut menandakan Sriwijaya memperhatikan ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sanskerta bagi generasi mudanya.

Pada  tahun  990  M  yang  menjadi  Raja  Sriwijaya  adalah  Sri  Sudamaniwarmadewa.  Pada  masa  pemerintahan  raja  itu  terjadi  serangan   Raja   Darmawangsa   dari   Jawa   bagian   Timur. Akan   tetapi,  serangan  itu  berhasil  digagalkan oleh  tentara  Sriwijaya.  Sri  Sudamaniwarmadewa  kemudian  digantikan  oleh putranya yang bernama Marawijayottunggawarman.

Pada masa pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja  Rajaraya  I  dari  Colamandala.  Pada  masa  itu,  Sriwijaya  terus  mempertahankan kebesarannya.

“Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan Sriwijaya cukup Luas. Daerah-daerah kekuasaannya antara lain Sumatra dan pulau-pulau sekitar Jawa bagian barat, sebagian Jawa bagian tengah, sebagian Kalimantan, Semenanjung Melayu, dan hampir seluruh perairan Nusantara. Bahkan Muhammad Yamin menyebutkan Sriwijaya sebagai negara nasional yang pertama.”

Untuk  mengurus  setiap  daerah  kekuasaan  Sriwijaya,  dipercayakan  kepada  seorang  Rakryan  (wakil  raja  di  daerah).  Dalam  hal  ini  Sriwijaya sudah mengenal struktur pemerintahan.

[referensi; Buku Sardiman AM dan Kusriyantinah,Sejarah Nasional dan Sejarah Umum].

Perkembangan Ekonomi
Pada   mulanya   penduduk  Sriwijaya  hidup dengan   bertani.   Akan   tetapi   karena   Sriwijaya   terletak   di   tepi   Sungai   Musi   dekat   pantai,   maka   perdagangan   menjadi   cepat  berkembang.  Perdagangan  kemudian  menjadi  mata  pencaharian  pokok.  Perkembangan  perdagangan  didukung  oleh  keadaan  dan  letak  Sriwijaya  yang  strategis.

Sriwijaya  terletak  di  persimpangan  jalan  perdagangan  internasional.  Para  pedagang  Cina  yang  akan  ke  India  singgah  dahulu  di  Sriwijaya, begitu juga para pedagang dan India yang akan ke Cina.  Di  Sriwijaya  para  pedagang  melakukan  bongkar  muat  barang dagangan.

Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan. Sriwijaya mulai menguasai  perdagangan  nasional  maupun  internasional  di  kawasan  perairan  Asia  Tenggara.  Perairan  di  Laut  Natuna,  Selat  Malaka,  Selat  Sunda,  dan  Laut  Jawa  berada  di  bawah  kekuasaan  Sriwijaya.Tampilnya Sriwijaya  sebagai   pusat  perdagangan,  memberikan    kemakmuran bagi rakyat dan negara Sriwijaya.

Kapal-kapal  yang  singgah  dan melakukan bongkar muat, harus membayar   pajak.   Dalam  kegiatan   perdagangan,  Sriwijaya  mengekspor  gading,   kulit,   dan   beberapa   jenis binatang   liar,  sedangkan  barang  impornya  antara lain beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang.

Perkembangan tersebut  telah memperkuat kedudukan Sriwijaya   sebagai    kerajaan   maritim.   Kerajaan   maritim   adalah   kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari  kegiatan  perdagangan  dan  hasil-hasil  laut.  Untuk  memperkuat  kedudukannya,  Sriwijaya  membentuk  armada  angkatan  laut  yang  kuat.  Melalui armada angkatan laut yang kuat Sriwijaya mampu  mengawasi  perairan  di  Nusantara.

Hal  ini   sekaligus  merupakan jaminan  keamanan bagi para pedagang yang ingin berdagang dan berlayar di wilayah perairan Sriwijaya. Kehidupan  beragama  di  Sriwijaya  sangat  semarak.  Bahkan  Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha Mahayana di seluruh wilayah  Asia  Tenggara.  Diceritakan  oleh  I-tsing,  bahwa  di  Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar agama Buddha. 

Salah seorang pendeta Buddha yang terkenal adalah Sakyakirti. Banyak pelajar asing yang datang ke Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta. Kemudian mereka belajar agama Buddha di Nalanda, India. Antara tahun 1011 - 1023 datang seorang pendeta agama Buddha dari Tibet bernama Atisa untuk lebih memperdalam pengetahuan agama Buddha.

Dalam kaitannya  dengan  perkembangan    agama    dan  kebudayaan  Buddha,  di  Sriwijaya  ditemukan  beberapa  peninggalan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan dekat  Sungai  Kampar  di  daerah  Riau.  Kemudian  di  daerah  Bukit  Siguntang  ditemukan  arca  Buddha.  Pada  tahun  1006  Sriwijaya juga telah membangun wihara sebagai tempat suci agama  Buddha  di  Nagipattana,  India  Selatan.  Hubungan  Sriwijaya dengan India Selatan waktu itu sangat erat.

Bangunan  lain  yang  sangat  penting  adalah  Biaro  Bahal  yang ada di Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Di tempat ini pula terdapat bangunan wihara. Kerajaan Sriwijaya  akhirnya   mengalami   kemunduran   karena beberapa hal antara lain :
  1. Keadaan sekitar Sriwijaya berubah, tidak lagi dekat dengan pantai.  Hal  ini  disebabkan  aliran  Sungai  Musi,  Ogan,  dan  Komering  banyak  membawa  lumpur.  Akibatnya.  Sriwijaya  tidak baik untuk perdagangan.
  2. Banyak  daerah  kekuasaan Sriwijaya  yang  melepaskan  diri.  Hal  ini  disebabkan  terutama  karena  melemahnya  angkatan  laut Sriwijaya, sehingga pengawasan semakin sulit.
  3. Dari segi  politik,  beberapa    kali    Sriwijaya    mendapat    serangan   dari   kerajaan-kerajaan   lain. Tahun 1017 M   Sriwijaya  mendapat  serangan  dari  Raja  Rajendracola  dari  Colamandala, namun Sriwijaya masih dapat bertahan. Tahun 1025  serangan  itu  diulangi,  sehingga  Raja  Sriwijaya,  Sri  Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala.  Tahun  1275,  Raja  Kertanegara  dari  Singhasari  melakukan Ekspedisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu  lepas.  Tahun  1377  armada  angkatan  laut  Majapahit  menyerang   Sriwijaya.   Serangan   ini   mengakhiri   riwayat  Kerajaan Sriwijaya.